Sabtu, 16 April 2016

SEJARAH FILSAFAT PADA MASA ROMAWI

SEJARAH FILSAFAT PADA MASA ROMAWI


MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi tugas Filsafat


Dosen Pengampu :







Oleh
M. ZAINAL ABIDIN
15800003


PROGRAM MAGISTER EKONOMI SYARIAH
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wr.wb.
Alhamdulillah, tiada kata yang pantas dan patutu penulis ungkapkan selain rasa syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih sayang Nya yang tiada batas, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan mengambil judul “ Sejarah Filsafat Pada Masa Romawi”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tetap tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabiullah Sayyidina Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita semua, pemimpin dan pembimbing abadi umat. Karena melalui Beliaulah kita menemukan jalan yang diberkahi yaitu jalan Dinul Islam.
Dalam penulisan makalah ini penulis mencoba memaparkan Sejarah Filsafat Pada Masa Romawi.
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan makalah ini, penulis memperoleh bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.     Ayahanda dan ibunda tercinta yang dengan ikhlas memeberikan dorongan baik moril, materil dan spiritual.
2.     Bapak DR.Ahmad Sani, M.SI , sebagai dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
3.     Semua pihak yang tidak mungkin penulis sampaikan satu persatu, yang telah memberikan bantuan yang sangat bermanfaat bagi penulis demi terselesainya penyusunan makalah ini.
Tiada ucapan yang dapat penulis sampaikan semoga amal baiknya diterima oleh Allah SWT. Akhirnya, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran dari pembaca demi memperbaiki penulisan makalah ini, semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca dan penulis sendiri.

Malang, Desember 2015
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat memiliki beberapa arti yang telah berkembang cukup banyak dari pada filosof. Dan ternyata kata filsafat ini telah muncul dan dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Ini menunjukkan bahwa filsafat memamng sudah ada dan berkembang pada bangsa tersebut. Menurut catatan para sejarawan, orang yang pertama kali menggunakan istilah filsafatadalah Phytagoras dari Yunani (582 – 496 SM). Pada waktu itu arti filsafat belum begitu jelas. Kemudian arti filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini.[1]
Pasca Aristoteles, Filsafat Yunani mengalami penurunan yang signifikan. Pengkajian tentang filsafat tidak lagi semarak sebagaimana terjaid pada masa-masa sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya ilmu-ilmu spesial yang berkembang dan berdiri sendiri. Seperti ilmu alam, grametika, filologi,sejarah kesustraan dan lain sebagainya. Keadaan yang seperti ini menyebabkan ilmu filsafat tidka lagi menjadi prioritas utama. Disamping itu, dalam fase ini filsafat juga telah menyimpang dari asas pokoknya, yaitu dari akal ke arah mistik.
Peraklihan filsafat Yunani menjadi Helenisme-Romawi disebabkan terutama oleh seorang yang bertama Alexander, murid Aristoteles. Tindakanya yang imperialis menyatukan seluruh dunia Grik ke dalam kerajaan macedonia (kerajaan terkuat di Timur Tengah Kuno). Setelah itu ia menaklukkan bangsa-bangsa di Asia Minor dan mengembangkan kekuasaannya sampai ke India. Semuanya itu dijadikan beberpaa propinsi kerajaan Macedonia. Bahkan Imperium Persia, kekaisaran terbesar yang pernah disaksikan dunia, diremukkan lewat tiga pertempuran.[2]
Keadaan demikian menyebabkan filsafat Yunani bukan lagi produk murni asli Yunani, tetapi telah terpengaruh pada budaya bangs alain. Adat istiadat kuno bangsa Babilonia, beserta takhayul kuno mereka menjadi tak asing lagi bagi pemikiran orang Yunani, demikian pula dualisme Zoroastrian dan agama-agama india, membaur dengna pemukiran Yunani. pada akhirnya melihat kawasan yang ditaklukkan semakin luas, akhirnya Alexander memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembauran secara damai antara bangsa Yunani dengna bangsa lainnya.
Pada era ini, orang berpaling lagi kepada sistem metafisika yang bercorak keagamaan. Dengan bersatunya beberapa bangsa yang dipimpin oleh kerajaan Roma, telah merampas hak-hak bangsa lain yang ingin merdeka. Hal itu menimbulkan lagi pandangan keagamaan, memupuk hak-hak bangsa lain yang ingin merdeka. Hal itu menimbulkan lagi pandangan keagamaan, memupuk hati manusia untuk hidup beragama. Tindakan bala tentara Roma yang keras dan ganas dapat memperkuat rasa kemanusiaan, dan dipupuk pula oleh berbagai macam agama lain, yaitu agama Kristen dan Budha. Maka pada saat itu, ajaran filsafat dan ajaran agama kembali berkontaminasi.
Pengaruh agama dan non Yunani terhadap dunia Hellenistis pada dasarnya buruk, meski tak sepenuhnya demikian. Hal ini semestinya tak perlu terjadi. Kaum Yahudi, Persia, dan Budhis semuanya memiliki agama yang lebih unggul dari pada Yunani. Maka masa Hellen-Romawi adalah suatu fase filsafat yang tidak hanya didominasi oleh filsafat asli Yunani, akan tetapi filsafat pada fase ini bisa dikatakan filsafat trans Nasional.
Filsafat Yunani pada masa Hellen-Romawi dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua : masa etik dan masa religi.
Dalam hal ini sehingga pemakalah ingin memeparkan mengenai sejarah filsafat Hellenisme-romawi dan bagaimana perkembangan filsafat pada masa Romawi.



B.    Rumusan Masalah
a.      Bagaimana sejarah filsafat Helenisme-Romawi ?
b.     Bagaimana perkembangan filsafat pada masa Hellenisme-Romawi ?

C.    Tujuan Penulisan
Mengetahui sejarah filsafat pada masa Romawi mengenai :
-        Mengetahui sejarah filsafat Hellenisme-Romawi
-        Mengetahui perkembangan Filsafat pada Masa Hellenisme - Romawi



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Filsafat Hellenisme –Romawi
Hellenisme ini adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan cara hidup orang Yunani seperti yang terdapat di Athena dizaman Pericles. Hellenisme pada abad ke-4 SM diganti oleh kebudayaan Yunani, atau setiap usaha yang menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman moder. Filsafat Yunani dimulai pada pemerintahan Alexnder Agung atau Iskandar Zulkarnain Raca Macedonia. Pada zaman ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari filsafat teoritis menjadi filsafat praktis.[3]
 Hellenisme diambil dari bahasa Yunani konu Hellenizein yang berarti “berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani”. Hellenisme klasik yaitu: kebudayaan Yunani yang berkembang pada abda ke – 6 dan ke-5 SM. Hellenisme secara umum: istilah yang menunjukkan kebudayaan yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan Budaya Asia kecil, Syiria, Metopotamia, dan mesir yang lebih tua. Lama periode ini kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323 SM (masa Alexander agung atau meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM. Hellenisme ditandai dengna fakta bahwa perbatasan antara berbagai negara dan kebudayaan menjadi hilang. Kebudayaan yang berada yang ada di jaman ini melebur menjadi satu yang menumpang gagasan agama, politik, dan ilmu pengetahuan.[4]
Ketika kawasan yang dikuasai kian meluas, maka Alexander memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembaharuan secara damai antara bangsa Yunani dan bangsa Bar-bar, hal ini dapat mengacu pada beberapa faktor, diantaranya :
1.     Pasukan Alexsander tidak terlampau besar jumlahnya, tidak mungkin selamnya mempertahankan kekuasaan yang sangat luas dengan jalan kekerasan, melainkan dalam waktu panjang, akan tergantung pada kerukunan dengna rakyat yang ditaklukkan.
2.     Bangsa Timur tidak terbiasa dengna pemerintahan apapun kecuali pemerintahan oleh seorang dewa-raja, yang oleh Alexander dirasakan tepat untuk dibawakannya sendiri.
Hellenisme dibagi menjadi dua fase, yaitu fase Hellenisme dan fase Hellenisme Romawi. Fase Hellenisme adalah fase yang ketika pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh ornag-orang Yunani. Adapun fase Hellenisme Romawi adalah fase yang sudah datang sesudah fase hellenisme, dan meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan romawi, yang ikut serta membicarakan peninggalan pikiran Yunani, antara lain pemikiran Romawi di barat dan di timur yang ada di mesir dan di siria. Fase ini dimulai dari akhir abad ke – 4 sebelum masehi sampai pertengahan abad ke-6 masehi di Bizantium dan Roma, atau sampai masa penerjemahan di dunia Arab.[5]

B.    Perkembangan Filsafat pada masa Hellenisme - Romawi
Dalam perkembangan masa Hellenisme ini ditandai dengan perubahan bentuk filsfat dari filsafat teoritis menjadi filsafat praktis dan membuat filsafat menjadi bagian dari seni hidup. Berbagai aliran yang muncul pada saat itu yang semuanya bertujuan untuk menentukan cita-cita hidup manusia. Keinginan memperoleh pengetahuan teori semakin beralih kepada ilmu-ilmu spesial. Makin mendalam penyelidikan ini dan makin tampak gunanya bagi penghidupan sehari-hari, akan tetapi orang makin acuh tak acuh terhadap teori-teori metafisika umum.
Pada masa pemerintahan Alexander menerima orang-orang Makedonia sebagai panglima pasukannya, bahkan memberikan sebutan “sahabat” untuk mereka. Karena telah bercampurnya masyarakat sehingga pada masa ini, terdapat aliran-aliran dalam filsafat yaitu aliran-aliran etis yang menekankan pada persoalan tentang kebijaksanaan hidup yang peraktis disamping itu juga ada aliran-aliran yang diwarnai pemikiran keagamaan. Jadi secara garis besar filsafat sesudah Aristoteles atau pada masa pemerintahan Alexander (masa helenisme) dapat dibagi menjadi dua, masa Etik dan Masa Religi.
Dalam masa ini filsafat tidak lagi terdapat seorang pemikir yang sungguh-sungguh besar, kecuali Plotinus. Tetapi pengaruh filsafat sebagai salah satu unsur pendidikan, pada zaman Hellenisme jauh lebih luas dari pada dahulu. Sekolah-sekolah filsafat di Athena seperti Akademia dan Lykeion tepat meneruskan aktivitasnya. Tetapi juga didirikan beberapa sekolah/ajaran baru. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa yang ditekankan terutama soal-soal etika : bagaimana manusia harus mengatur tingkah lakunya untuk hidup bahagia.[6]
Aliran yang bersifat Etis diantaranya adalah aliran Stoa, Epikorus, dan Skeptis. Sedangkan yang termasuk aliran yang diwarnai agama (Religi) diantaranya Neoplatonisme.
1.     Periode Etik (341 SM)
Periode ini terdiri dari tiga sekolah filsafat, yaitu Epikuros, Stoa, dan Skeptis. Nama ajaran yang pertama diambildari kata pembangunan ajaran itu sendiri, yaitu Epikuros. Adapun nama ajaran yang kedua diambil dari kata “stoa” yang berarti ruang. Sedangkan nama “Skeptis” diberikan karena mereka kritis terhadap para filosof klasik sebelumnya. Ajarannya dibangun dari berbagai ajaran lama, kemudia dipilih dan disatukan. Untuk lebih jelasnya, dari ketiga ajaran tersebut, pemakalah akan merincikan satu-persatu.
a)     Epikuros (341 SM)
Epikuros dilahirkan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di Athena dan disitulah Epikuros meninggal pada tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan pada satu tujuan belaka : memberikan jaminan kebahagiaan kepada manusia. Epikuros berbeda dengna Aristoteles yang mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia hanya menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penyidikan ilmu yang sudah ia kenal, sebagai alat untuk membebaskan manusia dari ketakutan agama. Yaiturasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh agama Grik lama. Menurut pendapatnya ketakutan kepada agama itulah yang menjadi penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup. Dari sini dapat diketahui bahwa Epikuros adalah penganut paham Atheis.[7]
Epikuros berpendapat bahwa logika harus melahirkan norma untuk pengetahuan dan kriteria untuk kebenaran. Norma dan kriteria itu diperoleh dari pemandangan. Semua yang kita pandang itu adalah benar. Baginya pandangan adalah kriteria yang setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran sebagai hasil pemikiran. Kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan pengalaman.
Teori fisika yang diciptakan adalah untuk membebaskan manusia dari kepercayaan pada dewa-dewa. Ia berpendapat bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai dewa-dewa, melainkan digerakkan oleh hukum-hukum fisika. Segala yang terjadi disebabkan oleh sebab-sebab kausal dan mekanis. Tidak perlu dewa-dewa di ikutsertakan dalam hal peredaran alam ini. Manusia merdeka dan berkuasa sendiri untuk menentukan nasibnya. Segala fatalisme berdasar kepada kepercayaan yang keliru. Manusia sesudah mati tidak hidup lagi, dan hidup di dunia ini terbatas pula lamanya, maka hidup itu adalah barang sementara yang tidak ternilai harganya. Sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan.
Epikuros juga berpendapat bahwa, segala hal terdiri dari atom yang senantiasa mengakui susunan dunia ini dan tidak ditakut-takuti para dewa. Supaya hidup bahagia, manusia seharusnya menggunakan kehendak bebas dengan mencari sedapat mungkin kesenangan. Sebaliknya, apabila manusia terlalu mendapat kesenangan, ia akan gelisah. Orang bijaksana akan mendapat kebahagiaan karena mampu membatasi diri, terutama dalam mencari kesenagan rohani.[8]
Epikuros juga tidak sepndapat dengan pada hedonis pendahulunya dalam membedakan antara kenikmatan aktif dan pasif, atau kenikmatan dinamis dan statis. Kenikmatan dinamis terdapat dalam tercapainya tujuan yang diinginkan, keinginan sebelumnya itu disertai penderitaan, kenikmatan statis terdapat dalam keadaan ekuilibrium, yang tercipta dari adanya semacam keadaan yang diinginkan jika keadaan itu tidak terjadi. Diantara dua jenis kenikmatan tersebut, Epikuros berpendapat bahwa lebih bijaksana jika mengejar jenis yang kedua, sebab lebih murni, dan tidak ada tertanggung pada adanya penderitaan sebagai perangsang munculnya keinginan.
Menurut Epikuros, kenikmatan sosial yang paling aman adalah persahabatan. Seperti Betham, Epikuros adalah orang yang beranggapan bahwa semua manusia, senantiasa, hanya mengejar kenikmatan sendiri, kadang dengan cara yang bijaksana, kadang secara tidak bijaksana.
Satu-satunya murid Epikuros yang menonjol adalah penyair Lucretius (99-55 SM), yang hidup sejaman dengan Julius Caesar. Disepanjang masa-masa akhir Republik Romawi, pemikiran bebas menjadi mode, dan adajaran-ajaran Epikuros banyak dikenal diantara orang-orang terpelajar.
Zaman Epikuros adala zaman yang lesu, dan pemadaman gairah bisa tampil sebagai istirahat yang menyenangkan bagi jiwa yang penat. Akhir pemerintahan Republik, bagi kebanyakan orang Romawi sebaliknya, bukanlah zaman kekecewaan, manusia-manusia dengan energi luar biasa berupaya menyusun tatanan bari dari tengah kemelut. Sesudah masa Agustus, terdapat peraturan bahwa filsafat Epikurus harus ditolak, demi menerima stoisisme. Akan tetapi, doktrin-doktrin yang amat mirip dengna ajaran Epikuros dihidupkan kembali oelh kaum Philosophes Prancis pada penghujung abad ke-18, dan dibawa ke inggris oleh Bethem dan para pengikutnya, hal ini dilakukan dengan sengaja untuk menentang Kristianitas, yang oleh orang-orang itu dianggap sama kejamnya sebgaimana anggapan Epikuros terhadap agamapada zamannya.[9]
b)     Stoisisme
Stoisisme merupakan madzhab yang didirikan oleh Zeno dari Kition,sekitar tahun 300 SM. Nama “Stoa” mengacu pada serambi bertiang empat tempat Zeno memberikan pelajaran. Menurut stoisisme, jagat raya dari dalam ditentukan “logos” yang berarti ratio. Dengan demikian, kejadian alam telah ditentukan dan tidak dapat dielakkan. Jiwa manusia merupakan bagian dari logos sehingga sanggup mengenal alam raya. Manusia dapat hidup bahagia dan bijak sana jika mengikuti rasionya sehingga sanggup mengenal alam raya. Manusia dapat hidup bahagia dan bijaksana jika mengikuti rasionya sehingga menguasai nafsu-nafsunya dan mengendalikan diri secara sempurna. Mati dan hidup merupakan kejadian berdasarkan keharusan mutlak.[10]
Dalam konsep stoisisme ini zeno berpendapat bahwa tak ada sesuatu yang disebut kebetulan,dan bahwa jalannya alam sudah ditetapkan secara ketat oleh hukum-hukum alam. Zeno berpendapat bahwa Tuhan tidakterpisah dari dunia, Ia adalah jiwa dunia, dan kita semua memiliki sebagian dari Api Ilahi. Segala sesuatu adalah bagian dari satu sistem tunggal, yang disebut alam,kehidupan individu adalah baik jika selaras dengan alam.
Perihal Zeno, hanya beberapa fragmen tulisannya yang tertinggal. Berdasarkan tulisan itu tampak bahwa ia mendefinisikan Tuhan sebagai akal dunia yang penuh gelora, bahwa ia mengatakan Tuhan adalah substansi jasmani, dan bahwa seluruh alam semesta membentuk substansi Tuhan, Tertullianus menyebutkan bahwa, menurut Zeno, Tuhan mengisi dunia material sebagaimana madu mengisi sarang lebah. Menurut Diogenes Laertius, Zeno berpendapat bahwa hukum umum, yang merupakan akal yang benar, yang meligkupi segala sesuatu,adalah sama dengan Zeus, Pemimpin tertinggi pemerintahan alam semesta : Tuhan, Akal, Takdir, Zeus adalah satu. Takdir adalah kekuatan yang menggerakkan materi, penyelenggaraan dan alam adalah istilah lain untuk takdir itu. Zeno tidak percaya perlu didirikan kuil-kuil untuk para dewa-dewa. Karena kuil tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang mulia atau suci.
Seperti kaum Stoa yang lebih belakangan, ia agaknya percaya pada astrologi dan nujuman. Cicereo menyebutkan bahwa ia menunjukkan bintang-bintang memiliki potensi meramalkan. Diagones Laertius mengatakan : “Segala jenis ramalan dianggap sah oleh kaum Stoa. Tentulah ada ramalan, kata mereka, jika ada sesuatu seperti penyelenggaraan Tuhan. Mereka memperlihatkan kebenaran seni penujuman lewat sejumlah kasus dimana ramalan kemudian terbukti, sebagaimana anggapan Zeno”. Chrysippus memberikan keterangan cukup jelas dalam masalah ini.
Doktrin Stoa tentang keuatamaan tidak terdapat dalam fragmen-fragmen tulisan Zeno yang masih selamat, namun tampaknya ia pernah menguraikan.
Cleanthes dari Assos, penerus Zeno yang langsung, terutama dikenal dengan dua hal. Pertama, seperti telah kita simak, ia menyatakan bahwa Aristarchus dari Samos seharusnya diadili atas kedurhakaannya karena mengganggap matahari, dan bukan bumi, yang merupakan pusat alam semesta. Kedua adalah karyanya Hymn to Zeus, yang sebagian besar agaknya ditulis oleh Paus, atau seorang Kristen tertentu yang terpelajar dalam abad sesudah Newton. Doa dari Cleanthes lebi bercorak Kristen.
Chrysippus (280-207 SM), yang menggantikan Cleanthes, adalah seorang pengarang yang sangat produktif, dan konon telah menulis sebanyak 705 buku. Ia menjadikan Stoasisme lebih sistematis dan terkesan ilmiah. Tampak bahwa Chysippus memiliki penilaian yang lebih mandiri terhadap studi-studi teoritis. Pengaruh tokoh inilah yang agaknya melahirkan fakta bahwa dikalangan kaum Stoa terdapat banyak orang yang menciptakan banyak kemajuan dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan lainnya.
Stoisisme, sesudah Chrysippus, mengalami perubahan besar oleh dua tokoh penting, Panaetius dan Posidonius. Panaetius memperkenalkan satu unsur Platonisme yang penting, serta meninggalkan materialisme. Sedangkan Posidius adalah seorang Yunani Siria, dan masih kanak-kanak ketika imperium Seleucid berakhir riwayatnya.  Ia menjadi penulis yang sangat produktif mengenai masalah-masalah ilmiah, bahwa salah satu alasannya adalah berkeinginan untuk menyelidiki pasang surut air laut, yang tidak dapat dilakukan di kawasan Mediterranea. Ia menghasilkan karya dalam bidang astronomi, pemikirannya tentang jarak matahari adalah perkiraan terbaik pada zaman antik. Ia pun sebagai sejarawan terkemuka, namun ia juga dikenal dengan filsuf yang elektis, mampu mengkombinasikan Stoisisme dengna banyak ajaran Plato yang tampak telah dilupakan oleh Akademi pada tahapan skeptisnya. [11]

c)     Skeptisisme
Skeptisesme dikemukakan pertama kali oleh Pyrrho, yang pernah menjadi serdadu dalam pasukan Aleksander, kemudia ia bermukin dan melewatkan sisa hidupnya di kota kelahirannya, Elis, ia meninggal pada tahun 275 SM.
Pyrrho mungkin (sebab dengan pintarnya ia tak menulis satupun buku) telah menambahkan Skeptisisme moral dan logis pada Skeptisisme yang berkenaan dengan indra. Konon ia pernah mengemukakan bahwa mustahil terdapat landasan rasional apapun untuk memilih rangkaian tindakan yang satu dari pada lainnya. Di dalam praktik, ini bisa diartikan bahwa seseorang bisa saja cocok dengna adat istiadat negeri manapun yang ia tempati. Seorang pengikut di zaman modern mungkin bisa pergi ke gereja pada hari Minggu dan berdoa dengan sikap berlutut sebaik-baiknya, tetapi tanpa keyakinan relegius apapun bisa mengilhami tindakannya.
Skeptisisme adalah pelipur bagi manusia pemalas, sebab dalam ajaran ini menganggap orangbodoh sama bijaknya dengna cendikiawan yang benar-benar terpelajar. Skeptisisme bertujuan dan dianggap sebagai penawar kecemasan. Buat apa memusingkan diri mengenai masa depan ? masa depan sama sekali tidak pasti. Engkau toh bisa menikmati masa kini. “apa yang terjadi masih belum pasti”. Karna alasan inilah, Skeptisisme mengalami kesuksesan luar biasa di tengah masyarkat umumnya.
Skeptisisme pada zaman ini dikemukakan oleh orang-orang yang tidak sepenuhnya Skpetisisme, seseorang mengungkapkan Fenomena senantiasa valid. Yang lain berkata bahwa madu adalah manis, saja setuju sepenuhnya. Seorang penganut Skeptisisme modern fenomena hanya terjadi atau kejadian dan tidaklah valid. Apa yang valid dan tidak valid pastilah merupakan suatu pernyataan, dan tak ada pernyataan yang bisa sedemikian erat kaitannya dengan fenomena sehingga tak mungkin keliru, berdasarkan alasan serupa, bahwa madu tampaknya manis merupakan suatu yang sangat mungkin tetapi tidak sepenuhnya pasti.
Dalam beberapa hal, doktrin Timon (termasuk murid penerus Pyrrho), berpendapat bahwa sesuatu yang belum pernah disaksikan contohnya“atom-atom” tidak bisa disimpulkan secara valid, namun jika fenomena sudah sering disaksikan bersama-sama, maka yang satu bisa disimpulkan berdasarkan hal yang lain.[12]
Pada dasarnya ajaran Skeptisisme lebih tampak sebagai sikap umum masyarakat luas yang meyakini bahwa kemampuan manusia tidak akan sampai pada kebenaran yang mutlak. Isi mazhab ini adalah kesangsian. Elektisisme pun pada dasarnya bukanlah dimaksud sebagai mazhab atau aliran, sama seperti Skeptisisme. Aliran ini lebih merupakan kecenderungan masyarakat luas untuk memetik berbagai unsur filsafat dari berbagai aliran dalam menghadapi berbagai permasalahan, dan tidak sampai pada kesatuan pemikiran. Tokoh aliran ini yang hidup di Roma adalah Cicero (106-43 SM), seorang ahli berpidato yang termashur. [13]
2.     Religi
Neoplatonisme dipandang sebagai puncak terakhir filsafat Yunai. Platonisme sangat mementingkan kesatuan semua makhluk yagn ada, bersama-sama merupakan keseluruhan yang tersusun sebagai suatu hirarki. Pada puncak yang satu terdapat “yang satu” (to hen) yaitu Allah. Setiap taraf dalam hirarki berdasarkan berasal dari taraf lebih tinggi yagn paling berdekatan denganya. Taraf satu berasal dari taraf lain melalui jalan pengeluaran atau “emanisasi” dengan istilah tersebut ditunjuk bahwa pengeluaran itu berlangsung secara mutlak perlu, seperti air sungai mutlak perlu memancar dari sumbernya. [14]
Neoplatonisme menghidupkan kembali filsafat Plato, tetapi pengikutnya dipengaruhi filsafat lain yagn lahir sesudah Plato, misalnya Aristoteles dan Stoa. Tidak mengherankan jika aliran ini dianggap sebagai sintetis dari semua aliran pemikiran saat itu. Tokohnya adalah Plitinos (203/4 – 269/70), lahir di Mesir. Setelah berusia 40 tahun, hidup di Roma. Hasil pemikiran Plitinos dihimpun dan diterbitkan oleh salah seorang muridnya Porphyrios.
Sistem Filsafat Plotinos adalah kesatuan yang disebut Allah, artinya, semua berasal dan kebali pada “yang satu”. Sehingga menimbulkan gerakan pemikiran dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
a)     Pada gerakan dari atas kebawah, “yang satu” merupakan puncak hirarki semua makhluk, suatu taraf berasal dari taraf lain yagn lebih tinggi melalui jalan emanasi (pengeluaran), yang perlu dan merupakan keharusan. Taraf lebih tinggi tidak bebas dalam mengeluarkan taraf berikutnya, tetapi tidak berubah, sedangkan kesempurnaannya tidka berkurang. Prosesnya, dari “yang satu” dikeluarkan akal budi sesuai dengan gagasan utama fisafat Plato. Plotinos mengartikan sebagai intelek yang memikirkan dirinya sendiri. Dalam akal budi ini terdapat dualitas, ialah pemikiran yang memikirkan dan dipikirkan. Akal budi melahirkan jiwa dunia, dan dari jiwa dunia dikeluarkan materi yang bersama dengan psykhe merupakan jagat raya. Sebagai taraf terendah, materi merupakan yagn paling tidka sempurna dan sumber dari kejahatan.
b)     Pada gerakan dari bawah ke atas, setiap taraf dalam hirarki, bertujuan kembali pada taraf yang lebih tinggi dan akhirnya menuju Allah. Karena hanya manusia  yang mempunyai taraf itu maka manusialah yang mampu kembali kepada Allah. Proses kembalinya manusia dilalui tiga langkah, yaitu penyucian, saat manusia melepaskan dari materi dengan cara bertapa, penyatuan diri dengna Tuhan yagn mengatasi pengetahuan, dan ekstasi (ecstasy).
Neoplatonisme merupakan aliran filsafat Yunani kuno, menjadi aliran intelektual yang tampak dominan yang tampak bersaing dengan dunia Kristen (teologi kristonologi. Seorang filsuf yagn sukses mengajarkan Neoplatonisme di Athena adalah Proklos (410-485). Berkat keberhasilannya, pada tahun 529 M Kaisar Justianus dari Byzantium menutup seluruh sekolah filsafat kafir di Athena yang dianggap sebagai akhir masa Filsafat Yunani Kuno. Kafir disini, ditunjukkan kepada aliran-aliran filsafat yang dilandasi oleh pikiran-pikiran manusia, dan bukan bersumber dari gereja.[15]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.     Sejarah Hilenisme – Romawi
Hellenisme ini adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan cara hidup orang Yunani seperti yang terdapat di Athena dizaman Pericles. Hellenisme pada abad ke-4 SM diganti oleh kebudayaan Yunani, atau setiap usaha yang menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman moder. Filsafat Yunani dimulai pada pemerintahan Alexnder Agung atau Iskandar Zulkarnain Raca Macedonia. Pada zaman ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari filsafat teoritis menjadi filsafat praktis.
Hellenisme dibagi menjadi dua fase, yaitu fase Hellenisme dan fase Hellenisme Romawi. Fase Hellenisme adalah fase yang ketika pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh ornag-orang Yunani. Adapun fase Hellenisme Romawi adalah fase yang sudah datang sesudah fase hellenisme, dan meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan romawi, yang ikut serta membicarakan peninggalan pikiran Yunani, antara lain pemikiran Romawi di barat dan di timur yang ada di mesir dan di siria.
2.     Perkembangan Helenisme-Romawi
 Aliran yang bersifat Etis diantaranya adalah aliran Stoa, Epikorus, dan Skeptis. Sedangkan yang termasuk aliran yang diwarnai agama (Religi) diantaranya Neoplatonisme.
a)     Etik
1.     Stoisisme
Mazhab Stoa didirikan di  Athena oleh Zeno dari Kition sekitar tahun 300 SM. Nama Stoa menunjukkan kepada serambi bertiang, tempat zeno memberikan oleh suatu kuasa yang disebut “logos” rasio. Oleh karenanya semua kejadian dalam alam berlangsung menurut ketetapan yang tak dielakkan. Jiwa manusia mengambil bagian dalam rasio itu. Berdasarkan rasionya, manusia sanggup mengenal orde universal dlaam jagat raya. Ia akan hidup bijaksana dan bahagia, asal ia bertindak menuruti rasionya. Jika memamng demikia, ia akan menguasai nafsu-nafsunya dan mengendalikan diri secara sempurna. Seorang yang hidup dengan paham Stoisisme tidak memperdulikan kematian dan segala malapetaka, karna sudah terjadi secara mutlak. Sudah nyata kiranya bahwa etika stoisisme ini bersifat kejam dan menuntut watak yang sungguh kuat.
2.      Epikurisme
 Epikuros (341-270) berasal dari pulau Samos dan mendirikan sekolah filsafat baru di Athena. Ia menghidupkan kembali Demokritos. Menurut pendapat Epikuros, segala-galanya terdiri dari atom-atom yang senantiasa bergerak dan secara kebetulan tubrukan yang satu dengna yang lain. Manusia hidup bahagia jika ia mengakui susunan dunia ini dan tidak ditakut-takuti oleh dewa-dewa. Dewa-dewa tidak mempengaruhi dunia. Lagi pula, agar hidup bahagia, manusia mesti menggunakan kehendak bebas dengna mencari kesenangan sedapat mungkin. Tetapi terlalu banyak kesenangan akan menggelisahkan batin manusia. Orang bijaksana tahu membatasi diri dan terutama mencari kesenagan rohani, supaya keadaan batin tetap tenang.
3.     Skeptisisme
Skeptisime tidak merupakan suatu aliran yang jelas, melainkan suatu tendensi agak umum yang hidup terus sampai akhir masa Yunani Kuno. Mereka berfikir bahwa dalam bidang teoritis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian. Pelopor Skeptisisme di Yunani adalah Pyrrho (365-275).
Sedangkan eklektisme juga tidak dimaksud suatu mazhab atau aliran, melainkan suatu tendensi umum yang memetik berbagai unsur filsafat dan aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai kesatuan pemikiran yang sungguh-sungguh. Salah seorang warga Roma yang biasa digolongkan dalam eklektisme adalah negara dan ahli pidato yang bernama Cicero (106-43). Di Alexandria hidup seorang pemikir Yahudi bernama Philo (25 SM – 50 M) yang berusaha memperdamaikan agama Yahudi dengan filsafat Yunani, khususnya plato.
b)     Religi
Neoplatoisme, memiliki Sistem Filsafat Plotinos kesatuan yang disebut Allah, artinya, semua berasal dan kebali pada “yang satu”. Sehingga menimbulkan gerakan pemikiran dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
1.     Pada gerakan dari atas kebawah, “yang satu” merupakan puncak hirarki semua makhluk, Taraf lebih tinggi tidak bebas dalam mengeluarkan taraf berikutnya, tetapi tidak berubah, sedangkan kesempurnaannya tidka berkurang. Akal budi melahirkan jiwa dunia, dan dari jiwa dunia dikeluarkan materi yang bersama dengan psykhe merupakan jagat raya. Sebagai taraf terendah, materi merupakan yagn paling tidka sempurna dan sumber dari kejahatan.
2.     Pada gerakan dari bawah ke atas, setiap taraf dalam hirarki, bertujuan kembali pada taraf yang lebih tinggi dan akhirnya menuju Allah. Proses kembalinya manusia dilalui tiga langkah, yaitu penyucian, saat manusia melepaskan dari materi dengan cara bertapa, penyatuan diri dengna Tuhan yagn mengatasi pengetahuan, dan ekstasi (ecstasy).



DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Assmoro, Filsafat Umum, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008.
Delfgaauw, Bernard, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, Penerjemah : Soejono Soemargono, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1992.
Hatta,Mohammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta : Tintamas, 1986.
Imron, Filsafat Umum, Noer Fikri Offset, Palembang, 2013.
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Jakarta, PT. Kanisius, 1975.
Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat; dan kaitannya dengan kondisi politik dari zaman kuno hingga sekarang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, Cet. 2
Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat; kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang, Penerjemah : Sigit Jatmiko dkk, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.
Saebani, Beni Ahmad, M.Si, Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008.
Wiramihardja, Sutardjo A., Pengantar Filsafat Edisi Revisi, Bandung, PT. Refika Aditama, 2009.



[1] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta : Tintamas, 1986, hlm. 32
[2] Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, Penerjemah : Soejono Soemargono, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1992, hlm. 88
[3] Assmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008, Hlm. 60
[4] Imron, S.Ag, M.A. Filsafat Umum, Noer Fikri Offset, Palembang, 2013, hlm. 4
[5] Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si, Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008, hlm. 98
[6] Prof. K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, PT. Kanisius, Jakarta, 1997, hlm. 16
[7] Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat; dan kaitannya dengan kondisi politik dari zaman kuno hingga sekarang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, Cet. 2
[8] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, P.Si, Pengantar Filsafat Edisi Revisi, Bandung, 2009, hlm. 62
[9] Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat; kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang, Penerjemah : Sigit Jatmiko dkk, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 343
[10] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, P.Si, Pengantar Filsafat Edisi Revisi, Bandung, PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 62
[11] Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat; kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang, Penerjemah : Sigit Jatmiko dkk, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 352
[12] Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat; kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang, Penerjemah : Sigit Jatmiko dkk, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 321
[13] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, P.Si, Pengantar Filsafat Edisi Revisi, Bandung, PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 63
[14] Prof. K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Jakarta, PT. Kanisius, 1975, hlm. 18
[15] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, P.Si, Pengantar Filsafat Edisi Revisi, Bandung, PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar